Read it ! :)
Bukan Bidadari
mu
Suci Rahmadani
“Kamu
udah siap?”
Aku menoleh ke sumber suara.
Perempuan dengan tinggi semapai dan berkulit putih masuk ke kamar ku. Senyumnya
yang hangat menambah kecantikannya yang memakai gaun biru laut dengan hijab
abu-abu mudanya. Aku mengangguk seraya memperbaiki gaun ku sambil bercermin.
“Kalau emang kamu gak mau,gak
apa-apa kok,Din. Rahmat pasti ngerti. Lagian dia juga yang bakal gak enak kalau
kamu dateng.” Kata Indah lagi sambil melihat ku dengan wajahnya yang terlihat
memelas. Aku hanya tersenyum membalas ucapannya, memberi pesan bahwa aku
benar-benar akan baik-baik saja. Indah tak perlu mengkhawatirkan aku. Air mata
ku sudah cukup kering untuk dikeluarkan lebih banyak lagi.
Dengan langkah mantap, aku dan Indah
jalan beriringan ke luar kosan. Satu menit kemudian supir grab yang kami pesan
muncul didepan halaman kosan. Kami bergegas memasuki mobil dan melaju ke tempat
tujuan. Aku mengambil tempat duduk di belakang kursi kemudi lalu menyenderkan
kepala ku di jendela mobil sambil
menatap jalan raya yang ku lalui. Dan seperti biasanya, aku melakukan kebiasaan
ku yang senang berpikir saat dalam perjalanan. Mengingat semua kenangan yang
pernah ku alami. Namun kali ini aku tak seharusnya melakukan kebiasaan ini. Tak
ada lagi senyum sumringah yang muncul di wajah ku. Tak ada lagi alasan untuk
aku tertawa sendirian dikala aku melamun.
Aku menarik nafas berat. Kenangan
tentang laki-laki itu kembali menyergap otak ku. Rahmat Wildan Perdana. Mungkin
saat ini ia sedang gugup takut salah mengucapkan kalimat saat akad nikah.
Mengenakan setelan jas berwarna putih dengan kopiah yang berwarna senada, ia
pasti sangat tampan dan manis. Hah,tidak! Memori ingatan ku tentangnya kembali
berputar di otak ku.
Aku masih sangat ingat ketika kali
pertama kita bertemu. Kali pertama mata kita beradu pandang. Saat itu, aku baru
saja keluar dari toilet, dan kau berada didalam ruangan TU yang berada tepat
disamping toilet. Dengan memakai kupluk berwarna biru tua dikepala mu, jaket
hijau tua yang membalut tubuh kurus mu dan tas ransel berwarna abu-abu tua. Aku
melewati ruangan TU dan tak sengaja melihat mu yang sedang menatap ku. Masih
tertanam dengan baik bagaimana dalamnya tatapan itu. Tatapan mu yang
seolah-olah aku lah pusat dari semesta mu. Mata mu yang bulat sempurna dengan
bentuk wajah oval berjenggot tipis masih bisa ku rasakan bahkan saat aku sudah
tiba di ujung jalan. Kau masih saja menatap ku, sama sekali tak memperdulikan
siapapun yang berlalu lalang di depan mu. Dua menit kita beradu pandang sebelum
aku akhirnya menyerah dan memilih masuk ke dalam ruangan lantaran rapat yang
sudah dimulai.
Hanya dua menit saja, untuk pertama
kalinya aku berhasil dibuat penasaran oleh seorang laki-laki yang bahkan tanpa
berbicara sepatah kata pun dengan ku. Dua menit yang telah membuat ku akhirnya
memutuskan untuk diam-diam mengenal dirimu lebih dekat. Dua menit yang ternyata
berhasil membuat aku secepat itu menjatuhkan hati kepada seseorang. Dua menit
pula, yang membuat ku untuk menolak laki-laki lain hanya untuk menunggu dirimu.
Bayangkan saja, hanya dalam dua menit aku sudah jatuh hati pada mu. Bisa kau
bayang kan bukan, sudah tiga tahun kita berkenalan dan sedalam apa hati ku jatuh
saat mengenal mu lebih dekat? Saat mampu memandang wajah mu lebih dekat?
Saat berbicara lalu kau buat aku tertawa? Kau tau, tidak ada yang kau
lakukan tidak berhasil membuat ku semakin menaruh hati padamu. Entah doa apa
yang kau panjatkan setiap malam, hingga aku menjadi segila ini pada mu.
"Din,
bagiin shareloc nya dong, kayaknya kita nyasar deh. " ucap indah yang
kemudian membuyarkan lamunan ku. Aku pun langsung membuka ponsel dan mengirim
shareloc yang pernah dikirim oleh Rahmat. Kemudian, tanpa sengaja aku membaca
ulang chat antara aku dengan dia. Dari awal perkenalan yang dimulai dengan
sapaan super kaku hingga obrolan tentang kehidupan lainnya. Obrolan yang selalu
ia bubuhi dengan gurauan yang mampu membuat aku kembali tertawa kapan pun aku
mengingatnya. Apalagi yang paling aku ingat saat aku menceritakan bagaimana pak
Joko -dosen ku di jurusan- yang pada awalnya tidak mencintai istrinya karena
dijodohkan namun justru jadi cinta setengah mati pada istrinya.
"Gak
boleh itu si Pak joko" balasmu waktu itu, yang membuat aku tidak mengerti.
"Loh,
kenapa? Kan cinta emang tumbuh seiring waktu bersama"
"Gak
boleh la, cinta kok setengah-setengah. Gak romantis dosen mu. " kata mu
lagi yang berhasil membuat aku tertawa. Benar juga katamu. Harusnya cinta mati,
bukan setengah mati. Dan masih banyak lagi hal-hal yang membuat aku selalu
jatuh cinta pada mu, setiap hari. Setiap detik.
Walaupun
banyak sekali orang yang bilang kamu hanya memberi ku harapan palsu,tapi aku
tetap tak percaya. Aku tau, aku perempuan satu-satunya yang ada dihatimu.
Perempuan satu-satunya yang kau beri perhatian. Perempuan satu-satunya yang
segera ingin kau lamar. Perempuan satu-satunya yang ingin kau jaga sampai akhir
hidup mu Dan kau adalah lelaki baik-baik. Lelaki yang sejak dilahirkan tak
pernah berpacaran. Walau banyak bertemu perempuan cantik sebelum aku, hanya aku
yang mampu membuat mu jatuh hati dalam sekejap. Hanya aku yang berhasil
menyentuh hati mu yang kau kunci rapat-rapat.. Hingga suatu hari kau ingin
berbicara serius dengan ku.
Hari
itu turun hujan lebat, seolah langit turut bersedih kepada ku tentang hari itu.
Kita sudah janjian untuk bertemu di kampus, digazebo tempat biasa kita sering
berbicara. Kala itu, sepi sekali mahasiswa yang datang ke kampus. Tanpa tahu
maksud pembicaraan mu, aku kaget melihat wajah mu yang sembab dengan mata merah
seolah kau sudah menangis semalaman. Kali pertama aku melihat seorang laki-laki
menangis. Dengan suara serak dan terbata-bata tetap jelas ku dengar apa yang
kau ucapkan.
"Aku
sayang sama kamu"
"Maksudnya?
Kamu nembak aku? Kamu kan tau aku gak dibolehin pacaran"
"Aku
mau nikah dua minggu lagi." Ku tatap lekat matanya, berusaha mencari
kebohongan didalam sana. Namun yang ku dapatkan, justru kepiluan yang mendalam
dimatanya. Apa maksudnya?!
"Aku
dijodohin, Din. "
Boom!
Tiba-tiba
saja rasanya langit yang berdiri tegak diatas kepala ku jatuh ambruk tepat
dihatiku. Seolah aku turut merasakan sakitnya bumi saat menerima hujan yang
menghantam ke tanah aku berpijak. Aku mencoba kembali menelaah kalimatnya,
mencari kesalahan dalam ucapannya, mungkin telinga ku yang salah mendengarkah?
"Dia
tetangga ku. Orang tua ku bersahabat dekat dengan orang tua nya. Kedua orang
tuanya baru saja meninggal, ia sebatang kara. Orang tua ku sudah berjanji akan
menikahkan anaknya kepada ku, Din."
Aku
meraih tempat duduk di dekat gazebo, melihat ke tanah dengan tatapan kosong.
Rahmat duduk menjongkok di depan ku sambil menatap ku sangat dalam. "Aku
gak bisa nolak permintaan ibu ku, Din. " lanjutnya lagi.
Tanpa
bisa menahan lagi, air mata ku pun pecah hingga membuat ku kesulitan bernafas.
Ia hanya duduk sambil memberi ku tissue. Sambil menutup wajah ku,aku bisa
mendengar bahwa ia pun mengeluarkan air matanya. Sekitar 10 menit aku menangis
dan ia masih diam, aku menarik nafas dalam. Mencoba untuk berpikiran positif
tentang dirinya. Ini bukan salahnya. Ini bukan salah siapa-siapa. Rahmat hanya
mencoba berbakti kepada kedua orang tua nya dengan cara memenuhi permintaan
ibunya untuk menikahi gadis itu. Mungkin jodoh ku memang bukan Rahmat. Sekuat
apapun aku dan dia untuk saling menjaga hati, kalau tak jodoh pun tak kan
menjadi satu. Allah punya seribu satu cara untuk menyatukan mereka yang jauh
dan memisahkan mereka yang dekat. Barangkali, kami yang sebenarnya keliru
memaknai rasa yang kami miliki. Tak seharusnya sepasang manusia ini saling
menjatuhkan hati ketika belum siap untuk menikah.
Aku
berdiri, ia pun ikut berdiri, masih menatap ku dengan wajah penuh perasaan
bersalah. "Maaf, aku sayang sama kamu. " katanya lagi dan sekali lagi
hampir membuat langit ku kembali runtuh.
"Samawa
ya,Mat. Kamu harus nikah sama dia. Dia pilihan ibu kamu. Dan pastinya pilihan
Allah. " dengan senyum yang ku paksakan sambil terbata-bata mengucapkannya
tanpa berani melihat wajahnya. Aku hanya menunduk. "Kamu pasti bakal cinta
mati sama dia. Kayak pak Joko. " lanjut ku lagi. Ia pun tersenyum tipis,
namun tetap tak mengurangi rasa pilu yang terlihat di gurat wajahnya.
"Aku
balik dulu ya. Nanti aku pasti dateng kok ke pernikahan mu. " ucap ku
kemudian pergi meninggalkan ia seorang diri. Masih bisa ku dengar ia berbicara
dengan suara lirihnya yang berkata "Aku
bener-bener sayang sama kamu. " Kalimat yang membuat aku bahagia
sekaligus hancur seketika.
Setelah
itu aku pulang ke kos Indah kemudian menangis berhari-hari. Hati ku benar-benar
remuk. Rasanya, air hujan waktu itu juga turut membawa bahagia ku mengalir ke tempat
antah berantah. Aku tak lagi menyukai hujan, atau apapun yang membuat ku terus
mengingatnya. Toilet, ruangan TU, kupluk, jaket hijau, rapat, gazebo, bahkan
pak Joko dosen ku pun sangat malas harus berjumpa dengan beliau. Sosok pak Joko
yang dijodohkan oleh istrinya sama persis dengan yang dialami Rahmat. Tapi aku
yakin, Rahmat akan mencintai istrinya secara penuh, tidak setengah-setengah. Hanya
saja, aku masih tak percaya. Pada akhirnya, bukan aku perempuan yang kan
disampingmu hingga tua. Bukan aku yang kan menjadi bidadari surga mu didunia
ini. Bukan aku yang Allah takdirkan untuk menjadi jodoh mu.
Mobil
yang kami tumpangi pun berhenti tepat didepan sebuah rumah dengan tenda warna
putihnya. Indah memberikan beberapa lembar uang ke supir lalu kami sama-sama
keluar dari mobil. Indah menggenggam tangan ku erat. Aku berjalan masuk ke
dalam tenda lalu bersalaman dengan penerima tamu. Pandangan mata ku langsung
jatuh tepat dipelaminan. Ku temukan
Rahmat yang berdiri sambil tersenyum menyalami tamu undangan. Hati ku kembali
berdesir, hari ini ia sangat tampan sekali. Senyumnya yang menawan dengan raut
wajahnya yang terlihat rendah hati sangat cocok dengan setelan jas berwarna
putih dan kopiah yang berwarna senada. Serta perempuan yang memakai gaun putih
dengan hijab panjang menutupi hingga dada tak kalah menawan dengan mempelai
laki-laki. Riasan wajah yang tampak natural memberi kesan bahwa ia adalah gadis
yang sederhana. Dia manis sekali. Dari cara ia tersenyum aku bisa merasakan
bahwa ia perempuan baik-baik.
Langkah
ku semakin dekat dengan tempat pelaminan. Rahmat menyadari kedatangan ku dan
matanya menatap ku dalam. Seolah déjà vu, waktu dua menit ketika kali pertama
kami bertemu terulang kembali saat ini. “Selamat ya” ucap ku saat tiba tepat di
depannya. Ia tersenyum. Lalu aku langsung menyalami mempelai perempuan dan
tiba-tiba gadis itu memeluk ku tanpa bicara sepatah kata pun. Cukup lama ia
memeluk ku erat. Hingga ku rasakan bahwa gadis itu menjatuhkan air matanya
dipundak ku. Aku mengusap punggungnya lalu melepaskan pelukannya. Tanpa menoleh
pada Rahmat, aku melangkah ke tempat duduk para tamu undangan.
“Rahmat
nangis,Din.” Ucap Indah saat kami berhasil menemukan tempat duduk. Tiba-tiba
aku merasakan hawa panas disekitar mata ku. Air mata yang sedari tadi ku tahan
saat memasuki tempat ini akhirnya keluar perlahan. Aku pun memutuskan kembali
ke kosan tanpa berpamitan dengan kedua mempelai. Aku takut jika saja tanpa
sengaja air mata ku jatuh dihadapan mereka, mereka pasti akan tambah merasa
bersalah.
Dengan
menaiki taksi, sepanjang perjalanan aku terus menangis dalam pelukan Indah.
Indah benar, aku tak seharusnya datang. Aku salah menilai diriku sendiri.
Mengira diriku kuat dan air mata ku sudah kering ternyata salah. Aku terlalu
rapuh. Melihat wajahnya saja sudah hampir membuat langkah ku gontai. Untungnya
aku tak benar-benar pingsan.
“Sabar,
kamu pasti dapat yang lebih baik dari pada Rahmat.” Kata Indah untuk membuat ku
tenang. Nyatanya aku semakin terisak.
Rahmat
yang begitu patuh dengan kedua orang tuanya, bahkan rela meninggalkan gadis
yang ia dambakan. Perempuan itu benar-benar beruntung mendapatkan seorang
Rahmat Wildan Perdana. Semoga kalian sakinah mawaddah warrohmah dan dikaruniai
keturunan yang sholeh dan sholeha seperti kedua orang tua nya.
Aku
akan belajar ikhlas atas apa yang Allah tetapkan pada ku. Memang tak seharusnya
kita menjatuhkan hati kepada orang lain yang belum tentu menjadi jodoh kita.
Bersembunyi dibalik kata menjaga hati padahal sebenarnya kita sudah menodai
hati itu sendiri. Menjaga hati yang sesungguhnya haruslah hanya untuk dia yang
telah Allah tetapkan. Bukan untuk orang lain yang engkau jatuhkan hati padanya
tanpa ada ikatan yang halal. Kita telah salah memaknai.
❤️❤️❤️❤️❤️
BalasHapus😘😘😘
HapusMenyentuh, menyayat hati :'(.
BalasHapusNext story endingnya yg bahagia dongs kaka :)
Iyaaa dedeq ntar yg bahagia yakkk
HapusAku coment ya cik:)
BalasHapusYg aku seneng dr postingan cerpen itu yg bagian ending nya cik, bagus! Dpt pesan moralnya.
Tp ada kalimat pengulangan di cerpen itu yg hrs dikurangu cik trus penambahan disksi nya jg klw bisa ditambahin lg dan disesuaikan dgn konteks yg diambil biar dpt nilai estetika nya :)
Semangat mengembala di dunia fiksi cik :) jgn takut utk trs mengepakkan sayap-sayapmu yg indah
Gomawo ukhtiii atas masukannyaa 😍😍 smoga kita berdua bisa mengepakkan sayap yee 😂
Hapuskenapa harus namanya indah?
BalasHapuskenapa harus namanya indah?
BalasHapuskarena kepribadian si indah itu menggambarkn kamohhh
Hapus